Kenisbian Perfilman
Dalam buku Pokok-pokok Antropologi Budaya (T.O.Ihromi, 2013: 13) mengatakan bahwa kalau seorang awam (artinya bukan ahli antropologi) dihadapkan dengan kebudayaan berlainan sekali dari kebudayaannya, dia akan cenderung untuk menilai kebudayaan itu menurut "kaca mata" budayanya sendiri. Jika diinterpretasikan kutipan tersebut adalah kutipan yang menjelaskan bahwa orang yang bukan ahli antropologi adalah orang yang tidak mengerti perbedaan antara kebudayaan yang dianut oleh dirinya sendiri dan dianut oleh orang lain, dan menganggap budaya orang lain adalah budaya yang aneh. Prilaku tersebut adalah yang selama ini disebut dengan "kenisbian", lalu apa hubungannya dengan perfilman?
Pada saat ini film-film dari luar negri maupun dari dalam negri sudah tidak bisa terhitung oleh jari kita, karena jumlahnya sudah tidak sedikit. Maka dari itu, dengan adanya perkembangan film, tentunya ada dampak kepada masyarakat yang setidaknya menyukai beberapa genre film, seperti sceince fiction, action, drama romantik, komedi dan lain-lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya semua orang pasti menyukai selera yang berbeda-beda terhadap genre film yang disukainya, terkadang ada orang yang menyukai genre film action, terkadang juga ada orang yang menyukai genre komedi, ataupun sebagainya. Jelas saja semua orang mempunyai kehendak bebas untuk menyukai genre film apapun itu, karena memang manusia hakikatnya mempunyai pemikiran berbeda-beda, oleh karena itu perbedaan selera genre film bukan menjadi alasan untuk menganggap genre film yang disukai oleh orang lain adalah genre film yang aneh ataupun genre film yang salah.
Hal ini juga diperkuat dengan teori uses and gratifications (kegunaan dan kepuasan) yang diciptakan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz pada tahun 1974. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya (Nurudin, 2015: 191-192).Oleh karena itu semua orang mempunyai selera masing-masing dalam menyukai beberapa genre film yang ada, mungkin saja orang menyukai genre film komedi, karena ia merasa jenuh dengan pekerjaan sehari-harinya, dan mungkin saja seseorang menonton film drama romantik, karena ia ingin mencari cara-cara bagaimana melakukan PDKT dengan gebetannya, semua itu bisa terjadi dengan kebutuhan masing-masing yang tentunya kebutuhan tersebut tidak selalu sama.
Oleh karena itu, seorang sufi sejati (suka film) adalah seorang yang tidak pernah nisbi terhadap selera genre film yang disukai oleh orang lain, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih film mana yang ia inginkan.
Daftar Pustaka:
Ihromi, T.O. 2013. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurudin. 2015. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Pada saat ini film-film dari luar negri maupun dari dalam negri sudah tidak bisa terhitung oleh jari kita, karena jumlahnya sudah tidak sedikit. Maka dari itu, dengan adanya perkembangan film, tentunya ada dampak kepada masyarakat yang setidaknya menyukai beberapa genre film, seperti sceince fiction, action, drama romantik, komedi dan lain-lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya semua orang pasti menyukai selera yang berbeda-beda terhadap genre film yang disukainya, terkadang ada orang yang menyukai genre film action, terkadang juga ada orang yang menyukai genre komedi, ataupun sebagainya. Jelas saja semua orang mempunyai kehendak bebas untuk menyukai genre film apapun itu, karena memang manusia hakikatnya mempunyai pemikiran berbeda-beda, oleh karena itu perbedaan selera genre film bukan menjadi alasan untuk menganggap genre film yang disukai oleh orang lain adalah genre film yang aneh ataupun genre film yang salah.
Hal ini juga diperkuat dengan teori uses and gratifications (kegunaan dan kepuasan) yang diciptakan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz pada tahun 1974. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya (Nurudin, 2015: 191-192).Oleh karena itu semua orang mempunyai selera masing-masing dalam menyukai beberapa genre film yang ada, mungkin saja orang menyukai genre film komedi, karena ia merasa jenuh dengan pekerjaan sehari-harinya, dan mungkin saja seseorang menonton film drama romantik, karena ia ingin mencari cara-cara bagaimana melakukan PDKT dengan gebetannya, semua itu bisa terjadi dengan kebutuhan masing-masing yang tentunya kebutuhan tersebut tidak selalu sama.
Oleh karena itu, seorang sufi sejati (suka film) adalah seorang yang tidak pernah nisbi terhadap selera genre film yang disukai oleh orang lain, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih film mana yang ia inginkan.
Daftar Pustaka:
Ihromi, T.O. 2013. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurudin. 2015. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar